Hidupku dimulai sejak tanggal 28 februari 1995, saat
tangis pertamaku yang sangat keras di dalam ruangan bersalin Kasih Bunda. Kata
ayah, ibuku senang sekali saat melihatku hadir di dunia ini dengan selamat.
Tangis ibukupun pecah saat jemari mungilku menggenggam jemarinya. Aku adalah
anak yang paling berharga bagi kedua orang tuaku, apalagi bagi ayah. Karena
kelahiranku adalah dua sisi yang membuat ayah begitu tertekan antara bahagia
dan duka.
Duka itu
dimuai ketika ibu mengalami pendarahan yang begitu hebat seusai melahirkanku hingga
aku ada di dunia. Ibu telah mengorbankan hidupnya untukku. Tuhan, apakah begitu
sulitnya ibu melahirkanku. Akupun juga tidak mengerti mengapa aku harus menjadi
beban ibuku. Kenapa Engkau harus menukar nyawa ibuku denganku. Andai saja aku
tahu jika kehadiranku hanya untuk
membuat ibuku meninggal. Mungkin aku tak akan pernah memilih hidup di dunia
ini.
Tapi apa
yang harus kuperbuat, semua telah digariskan lewat takdir. Dan aku terlahir di
dunia ini. Karena cinta mereka, ayah selalu berkata bahwa memilikiku dan
kenangan indah bersama ibuku adalah terindah untuknya. Saat ayah sedang bermain
denganku dan menimangku, tiba-tiba seorang suster mendekat padanya lalu
bertanya.
“Maaf
pak, bayi cantik ini akan diberi nama siapa?” tanya suster pada ayah.
“Mentari
itu nama anak ini”
Mentari
itulah namaku, ayah memberiku nama Mentari agar aku bisa terus bercahaya seperti
Mentari yang selalu bersinar cemerlang.
“Mentari
sayang, ayo ke sekolah” ajak ayah padaku.
“Baik
ayah” gumamku.
Kini aku
telah berumur 16 tahun, sampai saat ini aku masih tidak bisa berjalan. Aku
lumpuh, entah ada apa dengan kakiku. Dari kecil, aku tak pernah merasakan
bagaimana lelahnya berjalan. Bagaimana kakiku menapak di bumi, rasanya berlari
seperti anak-anak normal lainnya. Aku juga tak ingin bersekolah di sekolah Luar
Biasa. Aku tidak bodoh, otakku masih bisa menyerap pelajaran yang diajarkan
ayah setiap hari dengan baik. Aku juga bisa membaca buku pelajaran untuk anak
normal. Dan aku yakin, aku bisa bersekolah di sekolah umum. Karena aku ingin
mengejar mimpiku. Tidak memenjararakan kemampuanku disini, tempat yang
membuatku semakin terpuruk akan keadaanku. Tapi sudahlah, kata ayah jika aku
bersekolah disekolah biasa aku akan selalu dibuli karena kondisiku. Akupun
sadar, keadaanku yang cacat ini bisa menghambatku tuk mendapatkan teman nanti.
Pukul
07.15 aku dan ayah berangkat ke sekolah, sekolah anak cacat. Disana kegiatanku
hanyalah bermain bersama teman- teman yang juga cacat sepertiku. Cacat fisik
memang telah menjadi benteng untuk mencapai cita-citaku menjadi seorang
diploma. Aku mulai pesimis apakah aku bisa mengejar impianku dengan kondisi
tubuhku yang seperti ini. Akhirnya akupun bertekad untuk pindah ke sekolah umum.
Akupun mencoba mengutarakan keinginanku pada ayah.
“Ayah
bolehkah aku... pintaku tiba-tiba pada ayah yang sedang membaca koran
“Boleh
apa sayang?” ucap ayah lembut kemudian menatapku
“Bolehkah
aku sekolah di sekolah Umum” pintaku padanya
Aku tahu ayah tak mungkin mau mengabulkan permintaanku.
Karena ayah takut aku akan disambut tidak baik jika berada di lingkungan orang
normal. Dan benar saja, ayah hanya diam. Namun tak lama kemudian akhirnya ayah
mengeluarkan kata.
“Baiklah,
ayah sadar kamu ini pintar dan kamu punya hak bersaing di luar sana, dunia yang
tidak kamu ketahui” ucap ayah penuh kebijaksanaan.
“Terima
kasih ayah, aku senang sekali” tangisku pecah karena penuh rasa bahagia.
Hari ini
adalah hari perpisahanku dengan teman-teman terbaikku. Sedih rasanya harus berpisah
dengan mereka. Tapi itu harus kulakukan, semua ini untuk impianku berkeliling
dunia. Melihat dunia luar yang tak pernah kumengerti sampai saat ini.
Perpisahan ini sangatlah sulit bagiku, begitu sakit karena kenangan yang
terlalu banyak kulalui bersama teman-teman terbaik sepanjang waktu.
“kalian
tak akan pernah kulupakan” gumamku dalam hati, hingga air mataku ini menetes di
pipi.
Di pagi
yang cerah, mentari telah menampakkan cahayanya. Sinar matahari menembus
jendela kamar, yang membuatku terbangun dari tidur nyenyak. Hari ini adalah
hari pertamaku sekolah di tempat yang baru, sekolah biasa. Hatiku tak karuan
rasanya, senang bercampur takut menggelayuti langkahku. Tapi sudahlah aku harus
mampu enyahkan rasa takut ini. Karena ini adalah pilihanku, aku tak boleh
mengecewakan ayah, dengan penuh semangat aku menghampiri ayah.
“Ayah,
aku sudah siap ke sekolah” kataku bersemangat
“ Anak
ayah bersemangat sekali” godanya penuh kehangatan
“Ah ayah
bisa aja” ujarku sambil tersenyum bahagia
Akhirnya
aku dan ayah pergi menuju sekolah yang aku inginkan. Rasa gugup seakan kembali
menyerbu hatiku,keringat dingin mengucur di sekujur tubuhku. Ayahpun sepertinya
tahu aku sedang gugup tapi untunglah dia hanya diam.
Sesampainya
di sekolah baruku, aku tercengang akan megahnya bangunan sekolah ini. Begitu
besar dan bersih ingkungannyapun berbeda dengan sekolahku sebelumnya. Disini
banyak sekali hal-hal yang tak ku ketahui. Dan sepertinya aku kan nyaman berada
disini.
“
Bagaimana udah siap sayang?” tanya ayah yang mengagetkanku
“ Siap
yah” kataku penuh semangat
Ayahpun langsung membawaku ke ruang kepala sekolah.
Terlihat sesosok perempuan yang begitu anggun dan sepertinya penuh kelembutan.
Wajahnyapun cantik mungkin dia seperti ibuku.
“Selamat
pagi pak agus “ sapa kepala sekolah itu penuh keramahan
“
Selamat pagi bu Dira” balas Ayah
“ Ini
anak saya Mentari” ucap ayah
“Selamat
pagi bu” kataku pada sosok wanita di depanku
“ Iya
Mentari, selamat datang di sekolah ini, semoga betah ya?”sambutnya penuh
kehangatan
Setelah
ke ruang kepala sekolah aku harus pergi ke kelas. Ayah mendorong kursi
rodaku,untk saat ni yang bisa kulakukan hanyalah berdoa. Semoga teman-temanku
bisa menerimaku dengan keadaanku seperti
ini. Setelah sampai di depan kelas,aku meminta ayah untuk pergi. Dan ayahpun
mengerti,tanpa harus khawatir lagi denganku. Karena ayah percaya kalau aku bisa
jaga diriku sendiri. Setelah aah pulang, aku mendorong roda, kursi rodaku
dengan tanganku dan memasuki ruangan kelas. Hal yang aku rasakan sekarang hanya
gugup sekaligus takut. Serta takjub akan hal ini. Bahwa inilah hidupku
sebenarnya.
“Baiklah
nak, perkenalkan namamu”ucap wali kelasku bu mirna
“Nama
saya Mentari naura zahara biasa dipanggil Mentari atau Tari” gumamku pada
teman-teman baruku
“Woy
sekarang sekolah Luar Biasa dipindah diini ya?” cerutuk salah seorang cowok
Karena ucapan cowok tadi seketika seluruh anak dikelaspun
tertawa. Air maaku seakan ingin menetes. Mereka sangat tega sama aku, tapi aku
harus kuat aku gak ingin dianggap cengeng oleh mereka.
“Sudah
sudah diam kalian, tari kamu duduk sana” ucap bu mirna
“Baik
bu, “ akupun pergi sambil mendorong kursi rodaku
Hari
senin, matahari bersinar terik . panas itu menyengat kuli dan membuatku tidak
nyaman. Hari ini aku mengikuti upacara bendera yang diakan setiap hari senin.
Ini adalah hari pertamaku mengikuti upacara bendera brsama teman-temanku yang
normal .Berbaris dengan tegap walaupun
aku harus duduk di kursi roda.
“Woy
cacat enak banget lo duduk” bentak seorang cowok yang bernama Randy
Hari
hariku disini semakin buruk. Aku slalu dicaci tapiku harus bertahan dan jadi
yang terbaik untuk ayah. Beberapa hari lagi kan ujian semester 1, akhirnya
ujian tiba. Aku harus belajar keras agar mendapat nilai baik dan menjadi yang
terbaik. Aku ingin membuat ayah bangga padaku. Aku ingin ayah tetap tersenyum
bahagia. Karena hanya ayahlah kebahagiaanku.
Sudah
jam tiga pagi, tapi aku masih belum bisa menghafal banyak nama-nama spesies.
Padahal mata pelajaran pertama adalah biologi. Akupun mencoba keluar dari
kamarku. Tapi sangatlah sulit
memindahkan tubuhku ke kursi roda. Tapi rasanya tak mungkin aku mengganggu
tidur nyenyak ayah. Ayah sudh terlalu lelah menjagaku hari ini. Aku harus bisa
mandiri, aku tidak mau menyusahkan orang lagi. Kucoba kembali memindahkan
tubuhku, satu kali jatuh, dua kali jatuh tak masalah bagiku. Ketiga kalinya aku
mencoba memindahka tubuhku lagi. Ketiga kali itupun juga aku gagal. Namun
disisa perjuanganku, aku berhasil. Setelah berusaha dengan susah payah
mengangkat tubuhku, kini aku mendorong kursi rodaku menuju balkon.
Malam
ini sangatlah indah, langit bertaburan ribuan bintang. Bagai berlian yang
mengerdipkan kilaunya. Seakan mengajakku bermain di angkasa malam. Udara malam
ini pun menusuk tulang-tulangku,terkecuali kakiku yang tak pernah bisa
merasakan apapun. Andai saja aku bisa merasakan punya kaki yang tidak mati
rasa. Menggerakkan kakiku seperti anak-anak norma pada umumnya. Tidak selalu
duduk di atas kursi roda. Air mataku mulai menetes. Andai saja aku tak
dilahirkan di dunia ini. Pasti ibu tak akan meninggalkan ayah dan pasti ia tak
merasa terbebani karena kehadiranku yang tak sempurna.
“Ibu aku
rindu,kata ayah ibu selalu menginginkanku hidup di dunia ini” ujarku
pilu,hatiku terasa tercabik-cabik jika mengingat ibu. Karena akulah ibuku harus
pergi meninggalkan ayah. Hingga ayah harus menderita denganku yang seperti ini.
Hatiku semakin sesak. Rasa rinduku kepada ibu tercurahkan dalam setiap tetes
air mataku. Sanking lelahnya aku menangis sampai-sampai aku terlelap di kursi
rodaku.
Kemudian aku mendengar suara ayah yang lembut kepadaku.
“Maafkan
ayah sayang, ayah janji akan selalu membahagiakan mentari ayah” ujar ayah yang
kemudian mencium keningku. Aku merasakan kecupan ayah, dan akupun merasakan
saat ayah menggendongku. Ayah andai kau tahu betapa indahnya kau dimataku. Kau
yang terhebat ayah, kau yang terbaik.
Hari ini
adalah hari ujian pertamaku. Dan aku akan usahakan yang terbaik untuk orang
yang terhebat dalam hidupku,ayah. Tujuh hari tlah terlampaui, belajar dan belajar terus kulakukan. Karena menurutku hidup
hanyalah untuk belajar. Kita harus beljar dari kehidupan. Dengan belajar aku
juga bisa menjadi kuat, walaupun fisikku lemah. Aku harus tetap kuat walau
kemampuanku terbatas. Ayah aku akan tetap kuat untukmu.
Hari
demi hari ujian aku lalui. Akhirnya tiga hari lagi adalah penerimaan rapor. Ini
adalah evaluasi kemampuanku selama aku di sini. Apakah aku bisa membuat ayah
bangga. Bisakah aku unggul dalam bersaing dengan anak normal. Entahlah ,
kuserahkan semua itu kepada Allah. Aku kan terus usahakan agar ayah bahagia dan
bangga karenaku.
Tanggal
12 juni hari penerimaan raporku tiba. Aku tidak ingin mengecewakan ayah. Aku
takut nilaiku tidak memuaskan. Mungkin aku harus ikhlas menerima apapun hasil
nilaiku. Disaat aku cemas sekali menunggu hasil nilaiku di dalam kamar. Tiba
tiba ayah datang membawa rapor dan beberapa tangkai bunga mawar. Aku tak tahu
apa maksud ayah membawa beberapa bunga kesukaanku. Apa ayah ingin menghiburku
karena nilaiku buruk. Ayahpun kemudian mendekatiku dan berkata
“selamat
sayang kamu berhasil, kamu juara 1” ujar ayah penuh rasa bangga.
Aku yang tak kuasa, menangis sambil memeluk ayah. Tuhan
aku telah berhasil membuat ayah bangga. Dan aku melihat air mata ayah, tapi aku
tahu ini bukanlah air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan. Sore ini
adalah sore terindah bersama ayah. Sungguh indah anugerahmu tuhan.
Tanggal
3 juli kembali aku masuk sekolah. Namun ada yang aneh dengan teman-temanku.
Mereka tak lagi menganggapku orang aneh dan tidak berguna mereka menjadi baik
padaku. Mereka juga tak pernah mencaci aku lagi. Mungkin inilah jawaban dari
doa-doaku selama ini. Kini hari-hari di sekolah menjadi berwarna karena mereka.
Hidupkupun menjadi berharga karena aku bisa saling berbagi ilmu kepada
anak-anak jalanan dan anak cacat, tent saja ayah selalu disampingku. Ayah
selalu mendampingiku.
Pernah
terlintas di fikiranku jika ayah pergi mennggalkanku, bagaimana denganku nanti.
Apakah aku bisa menjalani hari-hariku. Apakah hariku kan terasa indah tanpa
cinta ayah. Ayah, andai kau tahu ayah adalah hal terindah yang pernah kumiliki.
Hari ini
uaca panas sekali, dan aku harus menunggu jemputan ayah, gak biasanya ayah
menjemputku selama ini. Apa ada sesuatu terjadi pada ayah.
“Tari
kamu dijemput jam berapa? Aku anteri aja ya” kata temenku ayu yang sedang
menemaniku
“enggak
usah aku naik taksi aja deh” ujarku
“ okedeh
aku panggilin taksi ya” tawarnya
“makasih
ayu” balasku dengan senyuman
Karena ayah tak knjung menjemputku, akhirnya aku naik taksi.
Tak lama kemudian ayah menelfonku.
“Tari
kamu dimana nak?” tanyanya
“ oh aku
lagi ada di taksi nih yah, maaf ayah aku fikir ayah lagi sibuk”
“oke
ayah tunggu kamu di rumah”
Belum sempat telfon ini tertutup, tiba-tiba sebuah truk
datang dan menabrak taksi yang aku tumpangi. Aku ingin keluar dan mina tolong
tapi pndanganku mulai kabur dan semuanya menjadi gelap.
Saat aku
mulai sadar, aku hanya bisa mendengar suara tangis ayah. Tapi disaat aku ingin
membuka mata, kelopak mataku seakan berat. Tenagakupun seakan lenyap, rasanya
aku seperti mayat hidup. Sebenarnya apa yang terjadi, mengapa ayah menangis.
Sakit rasanya hati ini mendengar ayah menangis. Aku ingin bangun ya Allah.
Mendengar tangis ayah yang seperti itu air mata tak kuasa aku bendung. Kenapa aku
tak bisa merespon. Mengapa seluruh tubuhku tak bisa digerakkan sama sekali.
Tuhan , ayah butuh aku, tak ingin rasanya ku tinggalkan ayah sendiri.
Sejak
keadaanku seperti ini. Setiap hari ayah selalu menjagaku. Tak peduli siang
ataupun malam ayah selalu menemaniku. Sepertinya ayah juga selalu mengganti
bunga mawar di agar tetap segar. Aku sedih, ayah menjadi seperti ini karena
aku. Ayah aku tak ingin kamu seperti ini. Aku akan kuat untukmu ayah.
Semakin
hari, tubuhku semakin lemah. Sejenak pernafasanku tak normal. Sesaat kemudian
jantungku seakan berhenti berdetak beberapa detik. Tapiku masih bisa mendengar
kesedihan ayah, saatku kritis. Ibu apkah aku harus mengingkari janjiku. Tuhan
ijinkan aku ucapkan kata sayang untuk ayah setiap hari.
Mentari
bersinar cerah. Namunku tetap terbaring di tempat tidur rumah sakit. Entah
sudah berapa lama aku seperti ini. Secara samar-samar aku aku mendengar
tangisan teman-temanku. Aku tak tahu pasti siapa yang datang menjengukku.
Tangisan, kembali aku mendengar tangisan dari temanku. Sesungguhnya aku tak
ingin mendengar tangisan mereka. Hingga sampai aku tak mendengar suara apapun
lagi, begitu sunyi.
Tiba-tibaku
terbawa ke suatu tempat dimana pertama kaliku bertemu ibu. Sesosok wanita yang
cantik, memakai gaun putih yang indah. Rambutnya yang panjang tergerai,bau
wangi penuh kehangatan. Ibu, ia menhampiriku.
“Tari
sayang,tugasmu tlah selesai sayang” ujar ibu
“ maksud
ibu apa?” tanyaku tak mengerti
Tiba tiba sesosok pria dalam kegelapan dan berkata.
“Anakku
tari, kau mentari ayah. Tapi jika sinarmu harus redup. Ayah ikhlas nak,
pergilah. Bahagialah disisiNya bersama ibumu yang kau rindukan” ucap pria itu
yang ternyata Ayah.
Dan
inilah akhir ceritaku. Meski ku tak bisa memenuhi impianku tapi aku telah
mengetahui dunia melalui pembelajaran. Melalui buku yang slalu dibacakan oleh
ayahku. Dan teman- teman yang membuatku menjadi seseoran yang berguna.
Terimakasih tlah mengenangku dengan baik.